SW (50) dituntut hukuman pidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp200 juta oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Semarang, Selasa 7 Mei 2024. Tuntutan tersebut dibacakan Jaksa Penuntut Umum Didiek Prasetyo Utomo SH MH dan Musshofa SH didepan majelis hakim PN Tipikor Semarang Bambang Setyo Widjanarko SH MH dengan anggota DR Margono SH dan Lujianto SH.
Jika mantan Kades Kertayasa Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal itu tidak mampu membayar denda, maka akan dikenakan pidana 3 bulan kurungan. Dirinya, dituntut lantaran diduga melakukan tindak pidana korupsi Program Sistematis Tanah Lengkap (PTSL) 2018 silam.
Kasi Intel merangkap Humas Kejaksaan Negeri Kabupaten Tegal Yusuf Luqita Danawiharja, SH menyatakan dalam tuntutanya JPU menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam dakwaan kesatu pasal 12 huruf e UURI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UURI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Terdakwa terlibat kasus tindak pidana korupsi PTSL 2018. SW dinilai menyalahgunakan kewenangannya selaku Kepala Desa dengan menetapkan biaya pendaftaran tanah atau penerbitan sertifikat pada Program PTSL,” katanya.
Menurut Yusuf, SW menetapkan biaya pendaftaran tanah atau penerbitan sertifikat terbagi menjadi 2 kategori. Yakni untuk bidang tanah yang sudah ber akta atau memiliki bukti segel sebelum 1997 dipungut biaya sebesar Rp 400.000.
“Sedangkan bidang tanah yang belum ber-akta dipungut biaya sebesar Rp 800.000. Dia selaku Kepala Desa Kertayasa telah membuat Perdes Kertayasa Nomor 02 Tahun 2018 Tentang Pungutan Dana Swadaya PTSL)/Prona di luar biaya yang ditanggung Pemerintah,” cetusnya.
Yusuf mengangkat, terdakwa sempat menjabat kades pada 2018 dan berakhir di 2019. Terkait dengan penggunaan uang atau kelebihan bayar ini, yang bersangkutan digunakan untuk pribadi diri sendiri dan juga dibagikan kepada perangkat desa, panitia dan lain-lain.
“Pembuatan Perdes ini menyalahi aturan. Karena menetapkan biaya di luar yang sudah ditetapkan pemerintah,” jelasnya.
Yusuf menambahkan, di situlah modus yang digunakan terdakwa, agar masyarakat membayarkan sejumlah nominal di luar daripada yang sudah ditetapkan pemerintah. Padahal seharusnya Perdes tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. (*)